Baca Selengkapnya di : http://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/potensi-indonesia-menjadi-pusat-ekonomi-syariah-global-sebuah-peluang-sekaligus-tantangan-di-masa-depan-oleh-drs-h-suharto-m-h-11-8
Potensi Indonesia Menjadi Pusat Ekonomi Syariah Global
(Sebuah Peluang Sekaligus Tantangan Di Masa Depan)
Oleh : Drs. H. Suharto, M.H.
Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jayapura
- Pendahuluan
Ekonomi syariah menjadi sistem alternatif dalam dunia keuangan global yang terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang menekankan keadilan, transparansi, dan keseimbangan, ekonomi syariah hadir sebagai solusi dalam menghadapi krisis ekonomi keuangan konvensional.
Menurut Islamic Finance Development Report 2023 yang dirilis oleh Refinitiv dan ICD (Islamic Corporation for the Development of the Private Sector), aset keuangan syariah global mencapai sekitar US$ 4,5 triliun pada tahun 2022 dan diproyeksikan mencapai US$ 6,7 triliun pada 2027. Pertumbuhan ini ditopang oleh sektor perbankan syariah, sukuk, asuransi syariah (takaful), dan dana syariah.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah global. Dukungan pemerintah, tumbuhnya industri halal, dan meningkatnya literasi masyarakat terhadap ekonomi syariah menjadi faktor pendorong yang signifikan. Hal ini menjadikan Indonesia mempunyai peluang emas untuk menjadi pemain ekonomi syariah tingkat global. Yang menjadi pertanyaan mampukah Indonesia mewujudkannya dan adakah peluang dan tantangan yang dihadapinya?
- Pembahasan
Indonesia memang bukan negara pertama yang mendirikan perbankan syariah, namun keberadaab Indonesia dalam mempraktkkan prinsip-prinsip syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam praktik ekonomi syariah global. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, Indonesia memiliki fondasi kuat untuk mengembangkan industri keuangan syariah.
Ketika menteri BUMN Erik Tohir mempunyai gagasan untuk melakukan penggabungan merger terhadap bank-bank syariah milik pemerintah disambut baik oleh para pelaku perbankan syariah khususnya bank BRI Syariah, Mandiri Syariah dan BNI Syariah.
Tujuan merger bank syariah pemerintah ini sebagaimana dikatakan menteri BUMN tersebut adalah agar Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Menjadi satu keluarga besar, langkah ini merupakan tonggak sejarah untuk kita semua. Tonggak pertama persiapan dan tinjauan- tinjauan untuk merealisasikan rencana penggabungan bank bank syariah nasional, kata Erick dalam video yang berdurasi singkat. (Kontan.co.id).
Gagasan menteri BUMN tersebut ditindaklanjuti oleh tiga bank umum syariah yakni PT Bank BNI Syariah, PT Bank Rakyat Indonesia Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri resmi menjalani proses merger.
Hal ini tertuang dalam sebuah MoU atau Nota Kesepahaman (Conditional Merger Agreement) antara ketiga bank dan induk usahanya masing-masing. "MoU diteken ketiga bank syariah tersebut nantinya akan menjalani proses penggabungan," ungkap sumber CNBC Indonesia yang mengetahui penandatanganan MoU tersebut.
Dengan regulasi dari pemerintah setelah merger tiga bank syariah BUMN (Mandiri, BNI, BRI) menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 1 Februari 2021, BSI mengalami pertumbuhan signifikan dan langsung menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia, baik dari sisi kapital maupun aset. BSI juga memperkuat transformasi dan inovasi untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, serta fokus pada pasar global.
Nilai aset bank syariah hasil merger tersebut terbesar dimiliki oleh PT Bank Syariah Mandiri yaitu sebesar Rp 114,4 triliun atau meningkat 13,26% dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy).
Kemudian, aset bank syariah terbesar kedua adalah dari BNI Syariah dengan senilai Rp 50,78 triliun atau tumbuh 17,8% yoy. Sedangkan BRI Syariah menyumbang aset sebesar Rp 49,6 triliun, tumbuh 34,7% yoy.
BSI mengalami pertumbuhan aset yang signifikan, dengan total aset mencapai Rp 200-214 triliun. Jumlah Cabang dan ATM 1.200 cabang di seluruh Indonesia dan 1.700 titik ATM. Jumlah pegawai yang dimiliki BSI lebih dari 20.000 pegawai yang tersebar di seluruh Nusantara bahkan setelah merger BSI berhasil meningkatkan kinerja keuangan, dengan laba yang meningkat. BSI mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar 15,46% sejak merger hingga akhir tahun 2024.
Jika dilihat dari perkembangan perbankan secara global, sebelum Indonesia telah banyak negara-negara yang mendirikan bank yang mempraktikkan prinsip-prinsip syariah. Namun perkembangan Indonesia cukup menggembirakan, bahkan menurut salah satu sumber, Indonesia menempati posisi ke 8 (delapan) dunia melampaui Bahrain dengan nama banknya adalah Bahrain Islamic Bank yang didirikan pada tahun 1979.
Berikut adalah sepuluh besar negara-negara pemain utama ekonomi syariah global, yang dikenal karena memiliki sistem perbankan syariah yang kuat, baik dari sisi aset, regulasi, maupun perkembangan industri keuangan syariahnya. Informasi berikut mencakup nama negara, tahun berdirinya bank Islam pertama, serta aset industri perbankan syariah berdasarkan data terbaru yang tersedia (dari Islamic Financial Services Board (IFSB), Statista, atau Global Islamic Economy Report 2023/2024):
- Iran :
Bank Islam Pertama: Bank Melli Iran (1906), konversi penuh ke sistem syariah pada 1983 setelah Revolusi Iran. Aset Keuangan Syariah: ± $651 miliar (sekitar 90% dari total aset bank di Iran adalah syariah). Ciri Khas: Iran memiliki sistem perbankan yang sepenuhnya syariah.
- Arab Saudi :
Bank Islam Pertama: Al Rajhi Bank (didirikan 1957, resmi sebagai bank syariah sejak 1987). Aset Keuangan Syariah: ± $629 miliar. Ciri Khas: Salah satu pasar perbankan syariah terbesar dan tersolid, terutama karena kehadiran lembaga keuangan seperti Islamic Development Bank (IDB).
- Malaysia :
Bank Islam Pertama: Bank Islam Malaysia Berhad (1983). Aset Keuangan Syariah: ± $295 miliar. Ciri Khas: Malaysia adalah pusat engembangan keuangan syariah global, termasuk sukuk dan regulasi (IFSB & INCEIF berkantor di sini).
- Uni Emirat Arab (UEA) :
Bank Islam Pertama: Dubai Islamic Bank (1975), merupakan bank Islam pertama di dunia modern. Aset Keuangan Syariah: ± $254 miliar. Ciri Khas: Dubai menjadi pusat fintech dan investasi halal berbasis syariah.
- Qatar :
Bank Islam Pertama: Qatar Islamic Bank (1982). Aset Keuangan Syariah:
± $147 miliar. Ciri Khas: Qatar berfokus pada ekspansi global perbankan Islam dan sektor sukuk.
- Kuwait :
Bank Islam Pertama: Kuwait Finance House (1977). Aset Keuangan Syariah: ± $122 miliar. Ciri Khas: Kuat dalam pembiayaan ritel dan investasi Islam.
- Turki :
Bank Islam Pertama: Albaraka Türk dan Kuveyt Türk (1985–1989). Aset Keuangan Syariah: ± $75 miliar. Ciri Khas: Mempromosikan "participation banks" sebagai bank syariah dalam sistemnya.
- Indonesia :
Bank Islam Pertama: Bank Muamalat Indonesia (1991). Aset Keuangan Syariah: ± $70 miliar. Ciri Khas: Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan potensi besar dan pertumbuhan aset syariah tahunan yang tinggi.
- Bahrain :
Bank Islam Pertama: Bahrain Islamic Bank (1979). Aset Keuangan Syariah: ± $63 miliar. Ciri Khas: Menjadi pusat internasional pelatihan dan regulasi keuangan syariah (berkantornya AAOIFI dan CIBAFI).
- Pakistan :
Bank Islam Pertama: Meezan Bank (2002 sebagai bank penuh syariah). Aset Keuangan Syariah: ± $51 miliar. Ciri Khas: Berkomitmen mengubah seluruh sistem perbankan menjadi syariah pada tahun-tahun mendatang (putusan Mahkamah Syariah Pakistan).
Dari sepuluh bank syariah dunia tersebut, Indonesia tergolong relatif lebih muda dibanding dengan negara-negara lain yaitu tahun 1991 dengan nama bank Bank Muamalat Indonesia (BMI) kecuali Meezan Bank milik Pakistan yang didirikan pada tahun 2002.
Meski Indonesia relatif lebih muda dalam mempraktikkan prinsip-prinsip ekonomi syariah dengan berdirinya BMI tahun 1991 tersebut namun perkembangan asetnya sangat signifikan bahkan diperkirakan akan mencapai Rp
390 triliun pada tahun 2025 dan sangat memungkinkan -ke depannya- BSI mampu bersaing di tingkat internasional dan menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar di dunia. (lihat artikel, Suharto : Prospek Ekonomi Syari’ah Dalam Mendukung Perkembangan Ekonomi Nasional).
Bahkan dalam website Kemenkeu RI pada tanggal 17 Juli 2025, disebutkan Indonesia kembali mencatatkan pencapaian yang sangat baik dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025. Dalam laporan yang dipublikasikan oleh DinarStandard bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Indonesia berhasil mempertahankan posisi ketiga dunia dengan skor Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 99,9, memperkokoh
posisinya sebagai kekuatan utama dalam ekonomi syariah global. Dengan peningkatan skor sebesar 19,8 poin dibandingkan tahun sebelumnya, prestasi tersebut mengukuhkan momentum pertumbuhan yang kuat dan konsisten dalam ekosistem ekonomi syariah Indonesia.
Keberhasilan Indonesia tersebut tidak hanya tercermin pada peringkat keseluruhan, tetapi juga pada kinerja luar biasa di berbagai sektor strategis. Salah satunya adalah sektor modest fashion, di mana Indonesia berhasil merebut peringkat pertama dunia, melonjak dua posisi dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menandakan dominasi Indonesia dalam tren busana muslim global, yang semakin menjadi sorotan dunia.
Selain itu, Indonesia juga menunjukkan keunggulan di sektor pariwisata ramah muslim dan farmasi serta kosmetik halal, masing-masing berada di peringkat kedua global. Sektor keuangan syariah pun menunjukkan perkembangan yang positif, naik satu peringkat dibandingkan tahun lalu.
Kekuatan yang merata di seluruh pilar ekonomi syariah ini menjadi bukti nyata dari sinergi yang solid antara pemerintah, pelaku usaha, dan seluruh pemangku kepentingan. Visi dan komitmen pemerintah Indonesia menjadi pilar utama dalam menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai arus utama pembangunan nasional.
Wakil Presiden Republik Indonesia Ke-13, K.H. Ma’ruf Amin, dengan tegas menyampaikan bahwa pengembangan ekonomi syariah telah menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. "Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki legitimasi moral dan dukungan demokratis untuk menjadi pusat ekonomi syariah global," ujar K.H. Ma’ruf Amin.
Senada dengan itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menegaskan bahwa ekonomi syariah merupakan sistem alternatif yang menawarkan solusi di tengah tantangan global. Ekonomi syariah menggabungkan nilai etika, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan. Di tengah
krisis global, inilah peluang untuk membangun tata kelola ekonomi yang lebih inklusif, jelas Menteri Rachmat.
Posisi Indonesia yang semakin kokoh didukung oleh potensi pasar yang besar. Laporan SGIE memproyeksikan belanja konsumen Muslim global yang pada 2023 tercatat USD 2,43 triliun, akan tumbuh menjadi USD 3,36 triliun pada 2028. Dengan peluang besar ini, Indonesia tidak hanya menjadi pasar konsumen, tetapi juga tujuan investasi utama. Indonesia tercatat sebagai negara tujuan investasi halal nomor satu di dunia, dengan total 40 kesepakatan senilai USD 1,60 miliar pada periode laporan.
Kepercayaan investor ini menjadi bukti valid dari keberhasilan pemerintah dalam membangun ekosistem yang kondusif. Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) terus berperan penting dalam mengorkestrasi kebijakan lintas sektor. Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat kelembagaan KNEKS untuk mempercepat koordinasi dan inovasi kebijakan yang lebih terintegrasi. Langkah ini diharapkan dapat semakin memperkokoh posisi Indonesia sebagai pemain kunci yang menentukan arah ekonomi syariah global di masa depan.
- Peluang dan Tantangan Ekonomi Syariah Indonesia
Indonesia memang mempunyai peluang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam mengembangkan prinsip-prinsip dan keuangan syariah di tingkat global, namun Indonesia juga menghadapi tantangan yang cukup berat. Adapun peluang dan tantangan antara lain sebagai berikut:
- Peluang:
- Demografi Muslim Terbesar Dunia: Lebih dari 230 juta Muslim menjadi pasar potensial ekonomi syariah.
- Dukungan Regulasi: Pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
- Industri Halal Berkembang: Ekspansi produk halal, wisata halal, hingga fashion muslim.
- Literasi Keuangan Syariah Meningkat: Edukasi dan inklusi keuangan terus diperluas oleh OJK, BI, dan DSN-MUI.
- Digitalisasi Finansial: Fintech syariah dan digital banking mempercepat penetrasi layanan syariah.
- Tantangan:
- Literasi : Literasi atau pemahaman masyarakat terhadap prinsip syariah belum merata.
- Infrastruktur Lemah: Dukungan infrastruktur teknologi dan SDM belum
- Persaingan Global: Harus bersaing dengan negara-negara seperti Malaysia, UEA, dan Arab Saudi.
- Fragmentasi Regulasi: Koordinasi antar lembaga pengatur perlu lebih
- Keterbatasan Produk Inovatif: Bank dan lembaga keuangan syariah belum sepenuhnya mengembangkan produk yang kompetitif.
- Penutup
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah global. Namun, upaya sistematis dan terintegrasi antara pemerintah, pelaku industri, lembaga pendidikan, dan masyarakat diperlukan agar potensi tersebut dapat dimaksimalkan. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga aktor utama dalam arsitektur keuangan syariah global. (wallahu a’lam bis shawab).